Gara-gara ada metode pembelajaran active teaching yang baru dilakukan oleh kampus-khususnya fakultas Psikologi Universitas Airlangga tercinta-untuk beberapa mata kuliah (percobaan), kami selaku mahasiswa yang bersangkutan diwajibkan 'aktif' blogging dengan ketentuan tiap pertemuan setidaknya ada satu tema tentang apa yang kami pelajari hari itu. Naaah, dirasa-rasa metodenya oke juga . selain ngga ada tugas berat kecuali baca materi dan bikin refleksi di blog, kuliahnya cuma maen-maen *horray!*. Efeknya: jadi sering blogging di blog kampus deh. Tapi gara-gara itu juga jadi pengen nge-share yang ada di blog kampus.
salah satunya, postingan ini. Bismillah, semoga bermanfaat :D
(Pertemuan ke-5)
Attachment atau kelekatan adalah
sebuah hubungan yang unik antar dua manusia hingga merasa aman dan nyaman.
Missal, kelekatan antara ibu dengan anaknya atau care giver dengan individu yang diasuh.
Mary
Ainsworth (1985) mendefinisikannya sebagai ikatan emosional antar individu yang
menjadi dasar rasa aman dan nyaman. Ia membagi attachment ke dalam dua jenis besar, yaitu, Secure attachment dan Insecure
attachment.
Sesuai
dengan namanya, secure attachment
adalah kelekatan yang aman (save, secure),
dimana nilainya positif. Anak akan merasa aman dan nyaman berada di dekat care giver (pengasuh, biasanya ibu).
Anak biasanya reaktif bila care giver
tidak ada di dekatnya atau ada orang asing di sekitarnya. Namun ketika care giver berada di dekatnya, ia akan
dengan segera dapat mengendalikan emosi dan bersikap stabil, lebih terbuka
dengan stranger dengan dibarengi lebih mendekatkan diri pada care giver atau ibu. Biasanya, gejala
ini ditemui pada pola asuh yang responsive pada kebutuhan anak dan care giver
atau ibu memiliki sikap yang konsisten dalam memenuhinya. Dengan memiliki secure attachment memungkinkan anak
tumbuh menjadi pribadi yang terbuka. dalam kasus ini memungkinkan anak
melakukan multiple attachment, yakni kelekatan terhadap dua atau lebih care
giver.
Sebaliknya,
insecure attachment agaknya condong
ke arah negatif. Insecure merupakan
bentuk kelekatan yang kurang aman. Ia terbagi lagi ke dalam tiga jenis: anxious-resistant, anxious-avoidant, dan
disorganized. Berikut penjelasan
mengenai jenis-jenis insecure attachment
beserta kata kuncinya.
1.
Anxious-resistant; kata
kunci: cemas, kontrol emosi kurang, anak tertutup.
Tipe
kelekatan ini, bisa dikatakan, memiliki dampak negative paling ringan di antara
yang lain. Anak enggan untuk mengeksplor dunianya, ia sembunyi di balik ibu
atau care giver, serta cenderung tertutup. Bila ia terpisah dengan ibu atau
care giver ia akan menunjukkan emosinya namun setelah bertemu kembali (reunion) ia akan susah untuk meredakan
emosi. Dengan kata lain, anak akan reaktif namun susah reda, sulit mengontrol
emosi. Biasanya, tipe ini ditemukan dalam pola asuh tanpa kontak fisik dan
cenderung tidak konsisten.
2.
Anxious-avoidant; kata
kunci: acuh, menolak care giver.
Kelekatan
ini memberikan gambaran anak yang menolak kehadiran care giver atau ibu, dimana
ia akan acuh dengan ada atau tidaknya ibu. Ia akan memperlakukan ibu sama
dengan stranger, menunjukkan sedikit emosi ketika ibu pergi namun ketika
bertemu kembali (reunion) ia akan cenderung menunjukkan permusuhan. Biasanya
ditemukan dalam pola asuh yang tidak peka dan cenderung mengabaikan kebutuhan
anak dalam berbagai situasi.
3.
Disorganized; kata
kunci: patologis.
Mengapa
disorganized dikatakan patologis? Karena dalam kelekatan ini, anak tidak tahu
harus bertindak seperti apa dalam suatu kondisi. Anak merasa hilang arah dalam
mengambil tindakan sehingga perilaku tidak terorganisasi (disorganized). Selain
itu, anak menunjukkan penolakan atau kekahawatiran yang lebih besar terhadap
care giver atau ibu dibandingkan dengan orang lain. Biasanya ditemukan pada
anak-anak yang mengalami maltreatment.
Insecure attachment pada
dasarnya mengandung kecemasan (anxiety)
karena anak merasa kebutuhannya tidak terpenuhi akibat kelalaian atau ketidak-pekaan
care giver.
Menurut
penelitian, jenis-jenis kelekatan yang dikembangkan pada masa kanak-kanak akan
memengaruhi setidaknya tiga hal, antara lain: (1). Gaya berinteraksi ketika
dewasa, (2) cara pandang terhadap diri dan orang lain, serta (3) pola jalinan
relasi masa dewasa. Walaupun begitu, bukan jaminan pula sepanjang hidupnya
seorang individu tersebut mengalami sejenis attachment
saja karena kelekatan sifatnya dinamis, tergantung pada ada atau tidaknya
peristiwa yang dapat menyebabkan perubahan dalam kelekatan. Peristiwa-peristiwa
yang dapat merubah kelekatan disebut intervening
event.
Intervening event terbesar
biasanya berupa trauma. Misal, ketika anak-anak ia mendapatkan secure attachment dari care giver, namun
suatu saat care giver tidak bisa lagi berada di sampingnya (meninggal, atau
cerai) maka besar kemungkinan ia akan menjadi insecure, merasa trustnya dikhianati, merasa menjadi
tidak aman dan sebagainya.
Fase
kelekatan paling mudah untuk membentuk kelekatan umumnya pada usia 0-2 tahun.
Fase-fase itu terdiri dari: pre-attachment
(0-2bulan) dimana anak-anak lekat kepada semua objek hidup dan mati; Making attachment (2-6bulan) merupakan
fase dimana anak-anak mulai membuat ‘list’
antara yang familier dengan yang tidak; specific
attachment (6 bulan ke atas) menunjukkan gejala anak-anak mulai
menspesifikkan objek lekatnya dengan yang sudah terbiasa; dan corrected attachment (2 tahun).
DISKUSI
KELOMPOK: Peran Day Care dalam
Pembentukan Attachment.
Pendapat
kelompok: tidak setuju dengan adanya day
care ataupun menjadi pelaku menitipkan anak pada day care dengan dasar pembentukan attachment terbaik ada pada keluarga sendiri. Selain itu, jika anak
dititipkan, kelekatan anak terhadap orangtua nihil, anak akan cenderung menjadi
insecure bila berada di dekat orang tua.
Orang tua juga tidak akan mengetahui bagaimana perkembangan anaknya bila
dititipkan di day care. Jika memang benar-benar
harus, terpaksa, menitipkan anak, alangkah lebih baik menitipkan pada keluarga
atau kerabat dengan pertimbangan masih berhubungan dengan keluarga, situasi dan
kondisi yang mendekati ‘mirip’ dengan yang di rumah. Orang tua juga bisa lebih
mempercayakan perkembangan anaknya pada saudara atau kerabat sendiri. Atau,
bisa juga di day care yang memiliki
fasilitas care giver memberikan peran
orang tua (parents role) dimana anak
akan tetap mengenal peran orang tuanya, tidak timbul kerancuan. Selain itu, day care dan orang tua melakukan
evaluasi apa yang telah dilakukan hari itu sehingga ketika di rumah, orang tua
bisa memperlakukan anaknya dengan tepat sesuai dengan ‘pengalaman’ yang didapat
anak dari day care. Namun, dengan
cara begitu kemungkinan anak akan membentuk multiple
attachment. Bagaimanapun juga, anak membutuhkan satu objek lekat yang
paling lekat dengannya, dan itu seharusnya orang tua. Bagaimana menyikapinya?
Mungkin ketika berakhir pekan orang tua hendaknya menghabiskan waktu bersama
anak, atau bisa juga memberikan apa yang tidak diberikan oleh day care, serta tidak begitu sering
menitipkan anak. Sesibuk-sibuknya orang tua, sebaiknya bisa meluangkan waktu
untuk setidaknya mendengarkan buah hatinya bercerita tentang hari-harinya,
memberikan feedback berupa pujian
atau sekedar menanggapi.
Jadi,
penting bagi orang tua ada untuk anaknya, membentuk attachment yang sehat guna membantu anak tumbuh menjadi pribadi
yang terbuka, optimis, dan mandiri.