Selasa, 27 Maret 2012

Same Old Song: BBM naik, rakyat tercekik [?]

kayanya isu harga BBM naik tertanggal 1 April 2012 bakal jadi kenyataan. same old song, keluarnya isu selalu dibarengi dengan demo para aktivis, termasuk mahasiswa. Nanggepin banyaknya demo sana-sini sampe bikin jalan macet tuh kaya ngga ada habisnya dan terkesan doing nothing. pelaku demo (demonstran) pun sebenernya doing nothing. Dari taun ke taun tiap ada isu harga naik yang pertama kali muncul dan paling heboh itu demonya, bukan cara mencegah atau mengantisipasi. dan para demonstran itu bawa-bawa nama masyarakat. misal, spanduk-spanduk yang ada dan mostly: 
BBM Naik, rakyat tercekik!
*krik krik*
liat hasilnya sekarang ? eng-ing-eng ! boro-boro ditampung aspirasinya, ini malah ditinggal melancong ke China ! *sigh*
capek kan ? capek fisik, makan ati juga. Saya sebagai audience aja capek liatnya, dan ngerasa 'jleb' banget begitu tau Pak Pres ke negara panda, gimana kalian yang langsung turun ke jalan? #mau bilang phatetic tapi sawangane gak sopan hheu.

makin capek, makin panas kan baca postingan ini? yaudah, stay calm, be cool .

cuma pengen mengutarakan apa yang ada dalam hati ini, daripada nyesek trus bikin rambut rontok dan makin gemuk.

dear kalian, para aktivis yang sering turun ke jalan, terutama mahasiswa. kalian tuh sebenernya manusia intelek lho , serius. cuma sayang kelakuan kalian yang hampir selalu berakhir ricuh dan menumbangkan beberapa orang atas nama masyarakat itu meragukan asumsi itu. buat ngadepin pemerintah yang alot itu ngga cukup sekedar turun ke jalan. kitanya kudu lebih pinter dari mereka. mereka sebenernya ngga pinter-pinter amat, masih maju kita banget, cuma mereka itu ngerti dan paham sama dunianya. kalian mau nyerang mereka kaya apa juga kalo gatau apapa tentang dunia mereka ya useless.
kalo kaya gini terus caranya, ya kalian sama mereka ngga ada bedanya, sama-sama childish. sama-sama ngga dewasa, sama-sama nggak berkembang. buat apa kalian mengemban pendidikan sampai perguruan tinggi kalo kelakuannya sama aja kaya anak yang gak berpendidikan. anak jalanan masih lebih baik, tenaga mereka sebagian lebih disalurkan sama kegiatan bikin musik. kreatif kan, dibandingin tereak-tereak di jalan, gerombolan, bikin macet dan makin sumpek.
do something lah , mahasiswa. kita nantinya yang akan memegang bangsa ini. when i said "do something" i really mean DO SOMETHING. kita bisa kan bicarakan baik-baik ? atau kalo ngeliat 'budaya' naiknya harga BBM gabisa ditumbangkan, ya kita antisipasi keadaan. kita bisa pelajari kenapa bisa terjadi kenaikan BBM, kira-kira energi alternatif apa yang bisa gantiin minyak bumi? ngutip iklan rokok: Talk Less Do More, lah. Go Ahead to use ur brain. our brain is priceless. keep our mind always wide open. coba melihat sebuah fenomena dari sudut lain.
semua yang nampak kadang ngga sesuai dengan keadaan aslinya. i'm talking about the pers. kadang media suka mem-blow up sesuatu sampe jadi terlihat lebay. itu bergantung sama pinter-pinternya kita aja memfilter informasi yang masuk. gimanapun kita butuh plan B dalam segala rencana kita. gitu juga dengan melihat sebuah fenomena.
disini aku bukannya mau menghakimi mahasiswa. aku juga mahasiswa. dan sebagai bagian dari KBM RI (Keluarga Besar Mahasiswa RI) aku ngerasa malu dengan potret mahasiswa sekarang ini. dulu , aku memuja mahasiswa-mahasiswa yang turun ke jalan. tapi semakin kesini kok semakin semrawut koordinasinya.semakin gajelas, dan worst ... anarchy .
yuk deh, kita pake otak kita buat 'melawan' mereka. pendekatannya sama kaya kalo mau deketin anak kecil, ngga bisa pake cara yang 'abstrak' kaya demo.

Senin, 19 Maret 2012

Attachment


Gara-gara ada metode pembelajaran active teaching yang baru dilakukan oleh kampus-khususnya fakultas Psikologi Universitas Airlangga tercinta-untuk beberapa mata kuliah (percobaan), kami selaku mahasiswa yang bersangkutan diwajibkan 'aktif' blogging dengan ketentuan tiap pertemuan setidaknya ada satu tema tentang apa yang kami pelajari hari itu. Naaah, dirasa-rasa metodenya oke juga . selain ngga ada tugas berat kecuali baca materi dan bikin refleksi di blog, kuliahnya cuma maen-maen *horray!*. Efeknya: jadi sering blogging di blog kampus deh. Tapi gara-gara itu juga jadi pengen nge-share yang ada di blog kampus.
salah satunya, postingan ini. Bismillah, semoga bermanfaat :D

(Pertemuan ke-5)
Attachment atau kelekatan adalah sebuah hubungan yang unik antar dua manusia hingga merasa aman dan nyaman. Missal, kelekatan antara ibu dengan anaknya atau care giver dengan individu yang diasuh.
Mary Ainsworth (1985) mendefinisikannya sebagai ikatan emosional antar individu yang menjadi dasar rasa aman dan nyaman. Ia membagi attachment ke dalam dua jenis besar, yaitu, Secure attachment dan Insecure attachment.
Sesuai dengan namanya, secure attachment adalah kelekatan yang aman (save, secure), dimana nilainya positif. Anak akan merasa aman dan nyaman berada di dekat care giver (pengasuh, biasanya ibu). Anak biasanya reaktif bila care giver tidak ada di dekatnya atau ada orang asing di sekitarnya. Namun ketika care giver berada di dekatnya, ia akan dengan segera dapat mengendalikan emosi dan bersikap stabil, lebih terbuka dengan stranger dengan dibarengi lebih mendekatkan diri pada care giver atau ibu. Biasanya, gejala ini ditemui pada pola asuh yang responsive pada kebutuhan anak dan care giver atau ibu memiliki sikap yang konsisten dalam memenuhinya. Dengan memiliki secure attachment memungkinkan anak tumbuh menjadi pribadi yang terbuka. dalam kasus ini memungkinkan anak melakukan multiple attachment, yakni kelekatan terhadap dua atau lebih care giver.
Sebaliknya, insecure attachment agaknya condong ke arah negatif. Insecure merupakan bentuk kelekatan yang kurang aman. Ia terbagi lagi ke dalam tiga jenis: anxious-resistant, anxious-avoidant, dan disorganized. Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis insecure attachment beserta kata kuncinya.
1.     Anxious-resistant; kata kunci: cemas, kontrol emosi kurang, anak tertutup.
Tipe kelekatan ini, bisa dikatakan, memiliki dampak negative paling ringan di antara yang lain. Anak enggan untuk mengeksplor dunianya, ia sembunyi di balik ibu atau care giver, serta cenderung tertutup. Bila ia terpisah dengan ibu atau care giver ia akan menunjukkan emosinya namun setelah bertemu kembali (reunion) ia akan susah untuk meredakan emosi. Dengan kata lain, anak akan reaktif namun susah reda, sulit mengontrol emosi. Biasanya, tipe ini ditemukan dalam pola asuh tanpa kontak fisik dan cenderung tidak konsisten.

2.    Anxious-avoidant; kata kunci: acuh, menolak care giver.
Kelekatan ini memberikan gambaran anak yang menolak kehadiran care giver atau ibu, dimana ia akan acuh dengan ada atau tidaknya ibu. Ia akan memperlakukan ibu sama dengan stranger, menunjukkan sedikit emosi ketika ibu pergi namun ketika bertemu kembali (reunion) ia akan cenderung menunjukkan permusuhan. Biasanya ditemukan dalam pola asuh yang tidak peka dan cenderung mengabaikan kebutuhan anak dalam berbagai situasi.
3.    Disorganized; kata kunci: patologis.
Mengapa disorganized dikatakan patologis? Karena dalam kelekatan ini, anak tidak tahu harus bertindak seperti apa dalam suatu kondisi. Anak merasa hilang arah dalam mengambil tindakan sehingga perilaku tidak terorganisasi (disorganized). Selain itu, anak menunjukkan penolakan atau kekahawatiran yang lebih besar terhadap care giver atau ibu dibandingkan dengan orang lain. Biasanya ditemukan pada anak-anak yang mengalami maltreatment.
Insecure attachment pada dasarnya mengandung kecemasan (anxiety) karena anak merasa kebutuhannya tidak terpenuhi akibat kelalaian atau ketidak-pekaan care giver.
Menurut penelitian, jenis-jenis kelekatan yang dikembangkan pada masa kanak-kanak akan memengaruhi setidaknya tiga hal, antara lain: (1). Gaya berinteraksi ketika dewasa, (2) cara pandang terhadap diri dan orang lain, serta (3) pola jalinan relasi masa dewasa. Walaupun begitu, bukan jaminan pula sepanjang hidupnya seorang individu tersebut mengalami sejenis attachment saja karena kelekatan sifatnya dinamis, tergantung pada ada atau tidaknya peristiwa yang dapat menyebabkan perubahan dalam kelekatan. Peristiwa-peristiwa yang dapat merubah kelekatan disebut intervening event.
Intervening event terbesar biasanya berupa trauma. Misal, ketika anak-anak ia mendapatkan secure attachment dari care giver, namun suatu saat care giver tidak bisa lagi berada di sampingnya (meninggal, atau cerai) maka besar kemungkinan ia akan menjadi insecure, merasa trustnya dikhianati, merasa menjadi tidak aman dan sebagainya.
Fase kelekatan paling mudah untuk membentuk kelekatan umumnya pada usia 0-2 tahun. Fase-fase itu terdiri dari: pre-attachment (0-2bulan) dimana anak-anak lekat kepada semua objek hidup dan mati; Making attachment (2-6bulan) merupakan fase dimana anak-anak mulai membuat ‘list’ antara yang familier dengan yang tidak; specific attachment (6 bulan ke atas) menunjukkan gejala anak-anak mulai menspesifikkan objek lekatnya dengan yang sudah terbiasa; dan corrected attachment (2 tahun).
DISKUSI KELOMPOK: Peran Day Care dalam Pembentukan Attachment.
Pendapat kelompok: tidak setuju dengan adanya day care ataupun menjadi pelaku menitipkan anak pada day care dengan dasar pembentukan attachment terbaik ada pada keluarga sendiri. Selain itu, jika anak dititipkan, kelekatan anak terhadap orangtua nihil, anak akan cenderung menjadi insecure bila berada di dekat orang tua. Orang tua juga tidak akan mengetahui bagaimana perkembangan anaknya bila dititipkan di day care. Jika memang benar-benar harus, terpaksa, menitipkan anak, alangkah lebih baik menitipkan pada keluarga atau kerabat dengan pertimbangan masih berhubungan dengan keluarga, situasi dan kondisi yang mendekati ‘mirip’ dengan yang di rumah. Orang tua juga bisa lebih mempercayakan perkembangan anaknya pada saudara atau kerabat sendiri. Atau, bisa juga di day care yang memiliki fasilitas care giver memberikan peran orang tua (parents role) dimana anak akan tetap mengenal peran orang tuanya, tidak timbul kerancuan. Selain itu, day care dan orang tua melakukan evaluasi apa yang telah dilakukan hari itu sehingga ketika di rumah, orang tua bisa memperlakukan anaknya dengan tepat sesuai dengan ‘pengalaman’ yang didapat anak dari day care. Namun, dengan cara begitu kemungkinan anak akan membentuk multiple attachment. Bagaimanapun juga, anak membutuhkan satu objek lekat yang paling lekat dengannya, dan itu seharusnya orang tua. Bagaimana menyikapinya? Mungkin ketika berakhir pekan orang tua hendaknya menghabiskan waktu bersama anak, atau bisa juga memberikan apa yang tidak diberikan oleh day care, serta tidak begitu sering menitipkan anak. Sesibuk-sibuknya orang tua, sebaiknya bisa meluangkan waktu untuk setidaknya mendengarkan buah hatinya bercerita tentang hari-harinya, memberikan feedback berupa pujian atau sekedar menanggapi.
Jadi, penting bagi orang tua ada untuk anaknya, membentuk attachment yang sehat guna membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang terbuka, optimis, dan mandiri.